Tuesday, July 3, 2007

PRAHARA LANGIT TUJUH TINGKAT

Kulalui langit tujuh bertingkat

Tapi…

Tak pernah kugantungkan asa kecuali peluh yang mengena

Dalam kerimbunan…

Kulalui atap langit dengan kepakan sayap rajawali

Aku terkulai

Tak kudapatkan rona merah wajah langit yang menawan

Atau biru cerah yang memikat kalbu

Kuterkulai dalam lelah

Tak pernah kusuah wajah langit

Suatu ketika kulalui tingkat pertama

Kutemukan wajah langit bumi andalas

Ia lelap hilang karena terpaut kasta yang berbeda

Ia terlalu borju untukku…

Pada tingkatan kedua…

Kutemukan lagi wajah langit

Tapi ia hanya fatamorgana gelap dalam sesat

Karena ternyata ia tak pernah ada dihatiku

Pada tingkatan ketiga

Kulihat sinar rona wajah langit

Tapi …

Ia bukan apa-apa

Ia hanya harapan yang berputar menghibur diri

Tapi tak pernah pedulikan ku

Yang meratap lelah lalu tersungkur

Ku kecewa

Pada tingkatan langit keempat

Kutemukan lembut merona bak sutra yang mewangi

Dialah langit cintaku

Tapi kesabaran hati yang menggugur layu

Cerita langit hanya sebatas lalu


Ditingkat kelima

Kutatap anggun setia wajah langit

Halus pengertian seakan berkata

Berlalulah …

Ketika kutahu

Aku bukan apa apa…


Pada tingkatan keenam

Kutemukan Semu wajah langit meyakinkanku

Tapi

Ia pun bukan apa apa

Ketika kutatap bening air mata mengalir

Ia masih sempatkan haturkan senyum

Kulepaskan ia

Karena ku tahu

Perjalananku masih jauh


Sampai akhir kepakanku di penghujung Langit ke tujuh

Ku tahu

Ia adalah akhir perjuanganku

Lelah bersama kutanggung

Duka lara menjadi hiburan

Tapi

Ia pun akhirnya lenyap

Ketika kutambatkan hasrat dengan kepolosan

Dan kedunguan serta ketidak mampuanku

Betapa diriku tak punya apa apa

Hanya sayap renta yang ku punya

Ia pun akhirnya lenyap

Bersama awan dan halu biru langit kelam

Ia tak pernah peduli

Tinggalkan aku dalam kepongahan

Ia buta…

Ia resah…

Ia hanya pedulikan kebahagiaan sendiri

Kubenci dia karena cinta

Ku muak dia dalam kasih sayang

Akhirnya kulepas derita langit

Kutak ingin lagi

Temukan prahara langit

Atau tatap wajah langit

Biarkan kulalui derita bumi

Bersama impian dan hayalan

Hingga kuterjaga

Beriring hangat mentari pagi mengingatkan

"bangunlah…perjalananmu masih panjang…

Teruslah melangkah…

Ketahuilah …

Aku masih ada untukmu…

Selalu…."

Terima kasih mentari pagiku…

Kini kusadar…

Engkaulah pemberi semangat hidupku selamanya.

Nur Rohim Yunus
Rawalpindi Caklala Scheme 3, 20 Juni 2007

No comments:

Post a Comment