Sunday, June 8, 2008

KISAH KETEGARAN RAKYAT JELATA


Pada saat subsidi BBM ditarik pemerintah, sehingga berdampak harga barang naik pesat dan tentunya negara mengalami inflasi perekonomian, saat itulah masyarakat bawah yang bergerak di sektor informal masih terlihat pantang menyerah tetap melaju menggapai secercah harapan yang masih tersisa.

Mereka adalah para pedagang kaki lima atau penjual makanan di warung-warung kecil di pinggir jalan. Dengan kondisi yang berat seperti ini mereka tetap terlihat tegar bertahan menjalaninya walau sedikit miris menahan dera gulana pahitnya kesulitan.

Ironisnya mereka yang paling merasakan susahnya dampak kebijakan pemerintah TULALIT ini tetap menunjukkan sikap yang tidak banyak menuntut pada pemerintah, bahkan mereka kerap kurang mendapat tempat. Tak jarang mereka dianggap sebagai BENALU KOTA sehingga harus digusur, dipinggirkan bahkan kadang dienyahkan.

Padahal merekalah kalangan paling berhak diacungkan jempol. Karena sekecil apapun posisi mereka dan sekuat apapun lindasan kebijakan yang mempersempit ruang gerak mereka, langkah mereka tidak pernah surut, terlihat usaha informal mereka tetap mekar bagai jamur di musim hujan. Kisah dan perjuangan kaum masyarakat lapis bawah yang mandiri dan termarjinalkan ini tentu masih banyak. Kini di tengah tantangan yang dihadapi, keberpihakan pemerintah pada masyarakat lapis bawah seperti mereka amat sangat dinantikan.

Memberikan perhatian yang konkret semisal pendidikan murah, pengobatan murah ataupun kemudahan untuk berusaha dengan menyusun aturan yang tidak memberatkan sepertinya masih menjadi bunga mimpi di tengah malam. Paling tidak, saat operasi pasar mereka tidak menjadi bulan-bulanan salah sasaran. Sehingga mereka dapat tetap terus bernafas untuk menghirup nafas kemandirian.
Naifnya pemerintah kita malah mengeluarkan kebijakan lain yang tidak memperdulikan nasib mereka. Kebijakan yang seharusnya tidak dilakukan malah dimunculkan. Peningkatan gaji DPR/MPR, pemberian fasilitas yang tidak jelas kepada orang-orang yang dianggap penting, sampai pengadaan acara foya-foya menghamburkan uang rakyat seperti malam harkitnas 20 mei lalu yang diadakan.
Kemiskinan yang menjadi musuh bersama seharusnya dilawan dengan pemberdayaan bukan malah memelihara kemiskinan dengan memanjakan rakyat melalui BLT yang tentunya tak cukup tuk membeli beras selama sebulan ini. Kebijakan BLT bukanlah solusi menyelamatkan rakyat dari jurang kemiskinan, tetapi malah mencekik rakyat kecil dengan naiknya semua harga pangan. Mereka yang sudah terjepit sekarang malah tergilas habis bersama hamparan jalan aspal ketulalitan.

Alangkah besar dosa SBY-JK, bila kepemimpinan mereka saat ini malah menambah rentetan panjang daftar nama rakyat miskin mati kelaparan. Kelak terlihat, betapa banyak kaum papa yang merenggang nyawa perlahan, karena tak mampu membeli obat yang menjulang atau anak-anak jalanan, yang tak mampu menyanyikan tembang kemerdekaan, karena kemerdekaan mereka untuk hidup sudah habis punah terancam.

Pemimpin kita saat ini bukan hanya cocok menyandang gelar ke-TULALIT-an, tapi tepatnya –meminjam istilah Kang Handoko- sudah terlalu CULUN untuk mampu menentukan kebijaksanaan.

Wasalam
Nur Rohim Yunus