Saturday, July 19, 2008

PELAMINAN SUCI

Berdetak jantung bergetar

Saat ku ikrar kata sakral pengikat cinta

Dihadapan ribuan mata menatap

Sembari tetes keringat merembes basahi jas hitamku


Ku ucapkan kata lantang

Dengan lisan tak bertulang

Melepas batas penghalang

Antara yang haram menjadi kehalalan


Ku ikrarkan janji setia

Tuk menjadi imam sejati

Membimbing sang MENTARI PAGI

Menjadi bidadari penerang hati


Dulu...

Kuhanya seonggok jasad lajang

Yang belum temukan teman bersenda

Yang hanya katutkan raga pada kepentingan diri semata

Tak pedulikan

Ada jiwa lain hasratkan cinta bersua


Dengannya kutemukan bahagia

Dengannya kudapatkan realita

Dengannya kutersenyum sumringah


Mengapa...

Tak ku akhiri lajangku dari dulu

Sehingga ku tak terlalu lama membisu

Bersama buaian sepi membeku

Remukkan tulang-tulang rapuh nan layu


Ku sadar...

Waktu sedikit demi sedikit berlalu

Sembari gerogoti jatah usia hidupku

Hilang... tanpa teman sejati tulang rusukku


Duh sungguh malangnya mereka

Para lajang yang belum menemukan kesadaran diri

Sebagai pemuda yang selalu di nanti

Oleh belahan jiwa yang meratap dan merintih

Harapkan pertemuan di atas pelaminan suci


BOGOR, 18 Juli 2008

Spesial sang MENTARI PAGI

Dan para sahabat yang masih belum temukan tulang rusuk yang hilang.

Sunday, June 8, 2008

KISAH KETEGARAN RAKYAT JELATA


Pada saat subsidi BBM ditarik pemerintah, sehingga berdampak harga barang naik pesat dan tentunya negara mengalami inflasi perekonomian, saat itulah masyarakat bawah yang bergerak di sektor informal masih terlihat pantang menyerah tetap melaju menggapai secercah harapan yang masih tersisa.

Mereka adalah para pedagang kaki lima atau penjual makanan di warung-warung kecil di pinggir jalan. Dengan kondisi yang berat seperti ini mereka tetap terlihat tegar bertahan menjalaninya walau sedikit miris menahan dera gulana pahitnya kesulitan.

Ironisnya mereka yang paling merasakan susahnya dampak kebijakan pemerintah TULALIT ini tetap menunjukkan sikap yang tidak banyak menuntut pada pemerintah, bahkan mereka kerap kurang mendapat tempat. Tak jarang mereka dianggap sebagai BENALU KOTA sehingga harus digusur, dipinggirkan bahkan kadang dienyahkan.

Padahal merekalah kalangan paling berhak diacungkan jempol. Karena sekecil apapun posisi mereka dan sekuat apapun lindasan kebijakan yang mempersempit ruang gerak mereka, langkah mereka tidak pernah surut, terlihat usaha informal mereka tetap mekar bagai jamur di musim hujan. Kisah dan perjuangan kaum masyarakat lapis bawah yang mandiri dan termarjinalkan ini tentu masih banyak. Kini di tengah tantangan yang dihadapi, keberpihakan pemerintah pada masyarakat lapis bawah seperti mereka amat sangat dinantikan.

Memberikan perhatian yang konkret semisal pendidikan murah, pengobatan murah ataupun kemudahan untuk berusaha dengan menyusun aturan yang tidak memberatkan sepertinya masih menjadi bunga mimpi di tengah malam. Paling tidak, saat operasi pasar mereka tidak menjadi bulan-bulanan salah sasaran. Sehingga mereka dapat tetap terus bernafas untuk menghirup nafas kemandirian.
Naifnya pemerintah kita malah mengeluarkan kebijakan lain yang tidak memperdulikan nasib mereka. Kebijakan yang seharusnya tidak dilakukan malah dimunculkan. Peningkatan gaji DPR/MPR, pemberian fasilitas yang tidak jelas kepada orang-orang yang dianggap penting, sampai pengadaan acara foya-foya menghamburkan uang rakyat seperti malam harkitnas 20 mei lalu yang diadakan.
Kemiskinan yang menjadi musuh bersama seharusnya dilawan dengan pemberdayaan bukan malah memelihara kemiskinan dengan memanjakan rakyat melalui BLT yang tentunya tak cukup tuk membeli beras selama sebulan ini. Kebijakan BLT bukanlah solusi menyelamatkan rakyat dari jurang kemiskinan, tetapi malah mencekik rakyat kecil dengan naiknya semua harga pangan. Mereka yang sudah terjepit sekarang malah tergilas habis bersama hamparan jalan aspal ketulalitan.

Alangkah besar dosa SBY-JK, bila kepemimpinan mereka saat ini malah menambah rentetan panjang daftar nama rakyat miskin mati kelaparan. Kelak terlihat, betapa banyak kaum papa yang merenggang nyawa perlahan, karena tak mampu membeli obat yang menjulang atau anak-anak jalanan, yang tak mampu menyanyikan tembang kemerdekaan, karena kemerdekaan mereka untuk hidup sudah habis punah terancam.

Pemimpin kita saat ini bukan hanya cocok menyandang gelar ke-TULALIT-an, tapi tepatnya –meminjam istilah Kang Handoko- sudah terlalu CULUN untuk mampu menentukan kebijaksanaan.

Wasalam
Nur Rohim Yunus

Friday, May 23, 2008

UNGKAPAN KATA

Bersenandung ditengah padang rumput
Berkaca mata hitam meredam cahaya mentari
Berbias senyum menatap bumi
Mengantarkan arti sebuah cita
Dari perjalanan panjang hidup dunia

Duhai...
Tak pernahkan ada
Dawai terpetik di tengah jiwa
Sedang tali senarnya terpantri kaku di dalam hati

Bingung....
Tak tau lagi harus menyapa
Jawaban dusta menjadi solusi
tuk ungkapkan sebuah kata

cinta.....

Islamabad, 23 Mei 2008

Wednesday, May 21, 2008

TANGAN MULIA

Kutahu tangan-tangan mulia itu
Telah torehkan nafas perjuangan menggapai kemuliaan
Walau resah dan onak duri menyapa
Tapi itu bukan apa-apa....

Bersenandung bersama lirih suara angin
Bercengkrama bersama riuh burung pipit
Berceloteh menceritakan tentang keringat meleleh
Menikmati hidup yang bukan apa-apa

Kutahu tangan itu
Masih tetap bersahaja
Menorehkan segumpal asa
Tuk mencari penghidupan
Yang memang bukan apa-apa

Tapi kutetap tahu
Muliamu adalah segala
Senyummu adalah lentera
Yang kan selalu sinari dunia
Walau lewati segudang cita dan duka


Islamabad, 21 Mei 2008
tuk Nina di Negeri Parata

Saturday, May 10, 2008

SAJAK PENGABDIAN FLP PAKISTAN


Langkah jiwa mengungkap rasa
Langkah gagah pemuda perkasa
Menyobek tabir tebal menutup mata
Hingga sadar, naluri tak boleh mati rasa

Langkah kaki menjejak duri
Langkah pasti yang berani mengungkap arti
Menyibak tirai panjang kata hati
Hingga tahu, diri masih punya arti

Kuingat...
Disaat hari kebersamaan menjelang
Disaat datang gelora keinginan
Tuk rumuskan satu kata kesepakatan
Forum Kawula Muda Menulis dideklarasikan

Setahun yang lalu di rumah hijau
Tepat tanggal tiga agustus yang lampau
Kau berdiri pasti memantau
Menatap harapan yang belum terjangkau

Dirumah Mas Tri dekat lal masjid abpara
Mereka coba mufakatkan kata-kata
Bahu membahu bersama tuk melangkah
Diwakili kawula muda ingin bekarya
Ayin, Aini, Jaya, Rohim, Ahmadi dan Evi Hanafiah
Ku tahu...
Langkah pasti itu telah mantap dicanangkan
Atas keinginan dan hasrat bersama yang datang
Meluruskan pena-pena pengabdian
Hingga sadar hidup bukan mainan

Langkah itu semakin kuat menghujam
Ketika pak memed, bang hendri dan cak hakam
Menjadi majelis pembimbing yang mapan
Hingga kami yang lemah mampu menikam
Lewat kata-kata dari mata pena yang tajam

Hari demi hari dilalui
Detik demi detik diikuti
Tak terasa namun pasti
satu di antara mereka telah selesai berbakti
Ayin sang ketua ingin kembali
tuk melanjutkan langkah di negri pertiwi

mereka yang tertinggal hanya mampu menatap
Lemah dalam sesat,
Diam dalam penat
Linglung tak mau berbuat
Karena inisiatif tak pernah datang sesaat




Hingga akhirnya digulirkan roda reformasi
Kang jaya pun siap ambil posisi
Menduduki kursi kosong organisasi
Dibantu para sobat putra dan putri
Ochi, osi, zaki, andri, amin dan marli

Duhai pemuda pemudi kawula negri
Mengabdilah dengan ketulusan hati nurani
Berbaktilah dengan prestasi dan ambisi
Hingga kau mampu luluhkan kedangkalan nurani

Duhai insan manusia bernurani
Jangan kau diam bak pohon mahoni
Mari perdengarkan kidung-kidung nan sunyi
Lewat mata pena guratan kata hati

Duhai kau yang terdiam disudut negri
Tidakkah kau ingin luapkan keperihan hati
Lewat catatan indah tulisan pribadi
Hingga terdengar sampai kepelosok penjuru negri

Duhai yang mampu berkata
Katakanlah dengan lidah-lidah pena
Katakanlah dengan ukiran kata-kata indah
Jangan kau diam seribu bahasa



Duhai yang memiliki cinta
Katakanlah dengan puisi sastra
Yang lantunkan kidung-kidung asmara
Hingga turut bersua mereka punya rasa

Duhai yang punya jiwa
Berkatalah dengan kelenturan pena
Berceritalah lewat cerpen-cerpen indah
Menemani mereka yang tak punya asa

Duhai yang masih punya telinga
Tulislah tembang-tembang cinta
Dengan bait sajak suka lara
Kemudian perdengarkan pada anak-anak gembala

Flp pakistan yang tercinta
Diusiamu yang belia
Tetaplah melangkah
Menembus batas dan masa
Meniti cita dan asa
Menerjang karang dan bata

Berhenti sudah itu mati
Cari inspirasi dan kreasi
Aktif mencipta untuk berbakti
Hingga ada perubahan kita punya negri


Hari ini kuucapkan terima kasih
Kepada semua yang telah jadi saksi
Akan berartinya forum ini menjadi
Tuk turut bentuk kualitas anak-anak negri


Diusia yang genap dua belas purnama bulan
Flp pakistan tetap eksis berjalan
Meniti impian, kenyataan dan harapan
Hingga rapuh kita punya tulang


Islamabad, 03 Agustus 2007
Kutulis dihari jadi FLPku yang tercinta

MENELUSURI TITIAN CINTA




Ku dengar . . .
Ada tangis lirih bersedu saat bersatu tanah
Telah lalaikan diri berhuru hara dengan fana dunia
Terlelap hanyut dalam fatamorgana sesat alam durjana
Linglung jiwa menanti jasad tercabik azab
Naudzubillah…

Kutak ingin begitu
Kuharap hidayah-Mu selalu hadir dalam hari-hariku Tuhan
Tapi aku masih meraba jalan
Menulusuri titian panjang
Dari untaian kasih dan sayang-Mu
Ku tak mau tersesat
Lalu hilang menjadi bangkai yang malang

Aku ingat…
Ada jalan ‘rahmah’ berlabuh di depan mata
Menghubungkan tangga menuju tingkat ‘maghfirah’-Mu
Hingga terlihat puncak ‘itqun minannar’ membayang disana
Aku bergegas menggapainya

Kini ku sadar
Ku harus lalui jalan panjang itu
Selama nafas pemompa raga
Selama mata masih mampu menerka
Ku harus mengemas hasrat
Walau lelah berpacu bersama asa yang tersisa

Saat ku sadari
Ramadhan-Mu adalah titian cinta yang Kau beri
Tak kan kulalaikan jiwa hingga tangis menjadi duri


Nur Rohim Yunus
Islamabad, 30 September 2007
Tuk seseorang yang telah pulang guna mengabdi kepada bunda, bangsa dan agama

MATA DAN AKAL


Bila mata adalah akal
Dan bila lentera adalah agama
Tak akan sesat mata memandang
Karena bias lentera penuntun jalan

Letakkan lentera di depan
Mata kan selamat memandang
Dudukkan lentera di belakang
Mata gelap terhalang bayang

Islam agama sempurna
Tak lekang dimakan jaman
Jangan biarkan akal yang dangkal
Sesatkan langkah karena mata yang terhalang

Lemah jiwa boleh ada
Tapi lemah hati tak perlu ada
Karena kebersihan hati telah punah
Kesesatan raga dan jiwa pastilah nyata

Margala Hill, 15 Mei 2007Usai diskusi al-Qolam di puncak margala hill bersama andi Iswandi

Monday, May 5, 2008

PAHLAWAN TANPA TANDA BINTANG


Ku tahu
Dia datang atas nama pengabdian
Ku mengerti
Dia tak pernah harapkan
Ku sadar
Dia hanya selalu impikan
Tumbuh generasi penerus negeri
Yang mampu kokohkan peradaban bangsa

Lalai kami punya nalar
Kami hanya menangkan ego tuk puaskan hasrat
Berlari keluar saat bel berdentang
Tak pernah pedulikan
Dikau belum selesai mengajar

Kini kusadar
Dalam hatimu ada pelita
Ku mengerti
Dalam matamu ada pilar
Dalam bingkai asa menggambar
Ku ingin untaikan semat
Bintang cinta dari lubuk hatiku
Duhai pahlawan...


Islambad, 04 Agustus 2007

KU TAK MAU


Ada yang bilang
Idealis itu hanya ada pada masa muda
Ada yang bilang
Tak perlu sekarang berceloteh riuh
Menghujat tikus tikus rakyat
Yang memamah padi-padi jelata
Ada yang bilang
Kami generasi muda
Pun kan sama
Menjadi tua
Dan akhirnya turut berganti rupa
Menjadi tikus-tikus sawah
Puih
Aku mau muntah
Melepas jejalan pemikiran usang kau tua
Bila ku boleh berjanji
Kutak mau menjadi
Tikus tikus negri
Yang sita habis jatah milik rakyat kami
Hingga hancurkan wibawa negri pertiwi
Islamabad, kampung melayu 28/07/07

TIKUS PECUNDANG


Aku muak melihat ulah tikus-tikus pecundang
Tertawa mengikik
Tersenyum licik
Sok dermawan
Membagikan uang rakyat hasil rampasan
Sebagai tanda kepongahan

Kau kibuli kami dengan suguhan kemilau rupiahmu
Padahal itu sekedar kedok palsu
Menutupi ribuan juta rupiah yang kau timbun dalam saku tuamu

Duhai tikus pecundang
Kau hanya mengerti kepuasaan diri sesaat
Atau sekedar menggapai kepongahan melaknat
Kau tak pernah mengerti
Apa itu pembalasan

Islamabad, Kampung Melayu
28 Juli 2007

Sunday, March 9, 2008

BUAIAN JASAD PECUNDANG





Riuh rendah suara metropolis bisingi kota
Memandu klakson menikung membelah lampu merah
Tak peduli peluit polisi menghardik langkah
Membuat ciut nyali menginjak pedal gas menghindar dosa

Ah...
Peduli amat dengan perintah mereka
Sedang dunia kita sepakati miliki bersama
Tak beda tuan atau budak suruhan nan papa

Tapi...
Lagi – lagi ku harus berpikir ulang
Tentang ragam dunia kan jadi ladang pesakitan
Bila turuti nafsu angkara murka kebinatangan

Lalu kemana lagi ku harus cari kedisiplinan
Sedang dunia bak negri para pecundang Text Color
Tak mampu tepiskan ragam permasalahan
Dari rona hitam kebrutalan.


NEGERI PARA PEMBINGUNG
Islamabad, 08 Februari 2008