Tuesday, July 3, 2007

Bobroknya Negri Pertiwi


Negri kami bagai negri anta baranta di cerita legenda

Memiliki raja dan rakyat yang elukan kedamaian

Tapi selalu ramaikan suasana dengan keributan

Lantaran ingin kenyangkan perut yang kelaparan

Negri kami tertipu oleh didikan budaya masa silam

yang penjajah ajarkan jiwa-jiwa kepatuhan

Patuh kepada ndoro-ndoro para pecundang kesiangan

Patuh kepada perbudakan yang menelantarkan hakikat kemanusiaan.

Negri kami memang mendapat pendidikan dari kaum Kolonial

Tapi pendidikan untuk menjadi bangsa bobrok tak peduli persatuan.

Pendidikan yang menghantarkan kami pada pertikaian dan permusuhan

Hingga pembunuhan, kerusuhan dan percekcokan antar suku jadi kebiasaan.

Bangsa kami paling suka kekayaan,

Apalagi dibarengi kesenangan dan kenikmatan

Yang akhirnya meluluh lantakkan makna kehormatan.

Yang hanyutkan jiwa –jiwa kepatriotan.

Yang benamkan raga-raga menuju kebinasaan.

Kami lupa…

Kalau kelak anak cucu terwariskan peradaban kotor berantakan

Karena ulah para moyang yang tak tahu hakikat kekekalan.

Di kota-kota besar hingga desa-desa terpencil

Para pecundang negri punya aksi seribu bukti

Tak peduli...

Dari yang berprofesi sebagai birokrat sejati

Hingga pengemudi mobil taksi

Seakan tak mau peduli

Asal kenyangkan syahwat pribadi

Hak saudara pun digasak hingga tak tersisa sama sekali

Ditingkat peradilan, hukum hanya sebatas slogan

Banyak hakim, jaksa dan pengacara tak tahu lagi harga inti keadilan

Pencuri kelas teri diberi sanksi berat

Tapi koruptor kelas kakap dapat lepas bebas

Karena mampu bungkamkan mulut-mulut praktisi peradilan

Dengan sekarung uang recehan

Hingga kembung mereka punya perut kedurjanaan

Duh...

Kemana lagi kan kami cari

Kedamaian sejati bebas polusi

Yang selamatkan negeri dari racun berduri

Hingga mampu angkat peradaban pertiwi

Menuju kedamaian hakiki

Terkatup bibir tanpa kata

Meski terangan seribu impian berbingkai asa

Walau cahaya lilin hampir tak menyala

Tapi ribuan tangan lemah masih menengadah

Menyongsong harapan diatas hamparan sajadah tua

Wahai kawula negri

Masih adakah ia?...

Masih adakah keadilan, kemuliaan atau kedamaian yang kami butuhkan?

Jawab! Jawablah...

Jangan kau bungkam terdiam bak patung berhala kaum jahiliyah

Yang dengan lemahmu kau pecundangi akal dan nurani rakyat negri

Kami dan semua jiwa yang punya hasrat

Masih akan terus meratap

Meski harus terpasung bersama fatamorgana gelap

Dan mencabik halus raga-raga yang tersesat

Jiwa mengangan...

sanubari padukan tutur kata dan hayalan

Bersama impian dan kenyataan

Hingga mampu menggiring kepalsuan

Menjadi fakta dan kebenaran

Dibalik peluh lelah yang menetes

Ada bibir mungil lemah dari anak jalanan bersyahdu lirih

Terungkap untaian nada berirama kidung-kidung nestapa berkata:

"Sabar, sabarlah jiwa

Tanpa kemuliaan bangsa

Badan tiada lagi berkepala"

Nur Rohim Yunus, Negri Ali Jinah, 15 April 2007


Ketika kudengar Kedaulatan Negri tinggal seujung jari .
Dibacakan pada Acara Sharing Menulis FLP di Halaman Rumah Bapak Dr. Memed Gunawan

No comments:

Post a Comment