Negri kami bagai negri anta baranta di cerita legenda
Memiliki raja dan rakyat yang elukan kedamaian
Tapi selalu ramaikan suasana dengan keributan
Lantaran ingin kenyangkan perut yang kelaparan
Negri kami tertipu oleh didikan budaya masa silam
yang penjajah ajarkan jiwa-jiwa kepatuhan
Patuh kepada ndoro-ndoro para pecundang kesiangan
Patuh kepada perbudakan yang menelantarkan hakikat kemanusiaan.
Negri kami memang mendapat pendidikan dari kaum Kolonial
Tapi pendidikan untuk menjadi bangsa bobrok tak peduli persatuan.
Pendidikan yang menghantarkan kami pada pertikaian dan permusuhan
Hingga pembunuhan, kerusuhan dan percekcokan antar suku jadi kebiasaan.
Bangsa kami paling suka kekayaan,
Apalagi dibarengi kesenangan dan kenikmatan
Yang akhirnya meluluh lantakkan makna kehormatan.
Yang hanyutkan jiwa –jiwa kepatriotan.
Yang benamkan raga-raga menuju kebinasaan.
Kami lupa…
Kalau kelak anak cucu terwariskan peradaban kotor berantakan
Karena ulah para moyang yang tak tahu hakikat kekekalan.
Di kota-kota besar hingga desa-desa terpencil
Para pecundang negri punya aksi seribu bukti
Tak peduli...
Dari yang berprofesi sebagai birokrat sejati
Hingga pengemudi mobil taksi
Seakan tak mau peduli
Asal kenyangkan syahwat pribadi
Hak saudara pun digasak hingga tak tersisa sama sekali
Ditingkat peradilan, hukum hanya sebatas slogan
Banyak hakim, jaksa dan pengacara tak tahu lagi harga inti keadilan
Pencuri kelas teri diberi sanksi berat
Tapi koruptor kelas kakap dapat lepas bebas
Karena mampu bungkamkan mulut-mulut praktisi peradilan
Dengan sekarung uang recehan
Hingga kembung mereka punya perut kedurjanaan
Duh...
Kemana lagi kan kami cari
Kedamaian sejati bebas polusi
Yang selamatkan negeri dari racun berduri
Hingga mampu angkat peradaban pertiwi
Menuju kedamaian hakiki
Terkatup bibir tanpa kata
Meski terangan seribu impian berbingkai asa
Walau cahaya lilin hampir tak menyala
Tapi ribuan tangan lemah masih menengadah
Menyongsong harapan diatas hamparan sajadah tua
Wahai kawula negri
Masih adakah ia?...
Masih adakah keadilan, kemuliaan atau kedamaian yang kami butuhkan?
Jawab! Jawablah...
Jangan kau bungkam terdiam bak patung berhala kaum jahiliyah
Yang dengan lemahmu kau pecundangi akal dan nurani rakyat negri
Kami dan semua jiwa yang punya hasrat
Masih akan terus meratap
Meski harus terpasung bersama fatamorgana gelap
Dan mencabik halus raga-raga yang tersesat
Jiwa mengangan...
sanubari padukan tutur kata dan hayalan
Bersama impian dan kenyataan
Hingga mampu menggiring kepalsuan
Menjadi fakta dan kebenaran
Dibalik peluh lelah yang menetes
Ada bibir mungil lemah dari anak jalanan bersyahdu lirih
Terungkap untaian nada berirama kidung-kidung nestapa berkata:
"Sabar, sabarlah jiwa
Tanpa kemuliaan bangsa
Badan tiada lagi berkepala"
Nur Rohim Yunus, Negri Ali Jinah, 15 April 2007
Ketika kudengar Kedaulatan Negri tinggal seujung jari .
Dibacakan pada Acara Sharing Menulis FLP di Halaman Rumah Bapak Dr. Memed Gunawan
No comments:
Post a Comment